Makin beragam saja modus pergerakan para mahasiswa. Keberadaan Pojok Bang Iwan ini salah satu indikasinya. Digelar di balairung Fakultas Kehutanan IPB, prosesi diskusi yang didasarkan dari lagu-lagu gubahan Virgiawan Listanto itu berlangsung khidmat.
Zepanya sepertinya adalah inisiator sekaligus jenderal lapang yang mengeksekusi diskusi itu. Kekagumannya atas esensi dalam karya Iwan Fals mendorongnya membuka forum perbincangan dengan tema Canda Dalam Nada. Di dalamnya, dinyanyikan dan dibahas tiga lagu Bang Iwan, Bangunlah Putra-Putri Pertiwi, Generasi Frustasi dan satu lagu lain yang saya lupakan judulnya dan lewatkan pembahasannya.
Saya hadir ketika Bangunlah Putra-Putri Pertiwi sedang ada di meja pembahasan. Ketika itu para hadirin dari berbagai departemen dan angkatan di IPB sedang menggunjingkan tentang peran mahasiswa. Banyak pendapat inspiratif dan konstruktif. Yang akan saya ulas dalam tulisan ini hanya pendapat yang sempat saya lontarkan malam itu, karena memang pendapat saya sendirilah yang paling saya ingat. hehe.
Tentang peran mahasiswa, saya berdalih bahwa tiap orang bisa diposisikan dalam berbagai peran. Tiap orang yang hadir dalam lingkaran kecil malam itu bisa saja diposisikan sebagai warga negara, seorang anak, seorang seniman, seorang mahasiswa. Jika peran terakhir dijadikan topik untuk menelusuri apa perannya, maka jawaban saya adalah peran mahasiswa ada tiga. Mahasiswa adalah derivasi dari eksistensi sebuah lembaga pendidikan tinggi yang berasas pada tridarma perguruan tinggi. Karenanya, tugas mahasiswa menurut saya adalah melakukan kegiatan yang berasaskan pendidikan, pengabdian masyarakat dan penelitian, seperti yang tercantum dalam tridarma perguruan tinggi.
"Tugas kita adalah belajar dengan giat". Pernyataan itu rasanya terlalu luas cakupannya. Tentu dalam tiap sendi pergerakan tercantum pelajaran-pelajaran berharga, namun kalimat tentang tugas itu harus dijabarkan dalam penjelasan teknis. Tridarma perguruan tinggi yang diemban seluruh komponen universitas rasanya sudah bisa dijabarkan secara teknis eksekusinya, dan tiap orang tentu punya penafsiran tersendiri. Kegiatan pendidikan yang bisa dilakukan sebagai mahasiswa diantaranya adalah menjadi pengajar, di kelas ataupun di luar kelas. Pengabdian masyarakat misalnya bisa dilakukan dengan menggelar kegiatan-kegiatan sosial. Jangan salah, membaca dan menyarikan hasil bacaan bisa juga loh digolongkan ke dalam cluster penelitian. Pertanyaannya, sudah sejauh mana kita sebagai mahasiswa telah menjalankan tugas? Pantaskah kita berdemonstrasi menuntut banyak hal ke pemerintah untuk memenuhi tugas mereka dengan baik, sementara pemerintah belum pernah menuntut kita untuk mengetatkan pergerakan untuk memenuhi tugas tadi? Intinya, mari kita resapi dan implementasi lagi salah satu penggalan lirik dalam hymne IPB yang sudah kita nyanyikan sejak masa pengenalan kampus itu, "tridarma nan mulia".
Bangkitlah Putra-Putri Pertiwi ditutup dan Zepanya melantunkan lagu kedua, Generasi Frustasi. Lagu ini bercerita tentang curahan perasaan seorang anak yang menjadi korban keretakan keluarganya. Saya memaparkan bahwa pembagian peran lelaki-perempuan di ranah publik dan domestik itu sebenarnya adalah konstruksi sosial belaka. Itu menurut para filsuf macam Marx, Sartre, Simone de Bouvier, dll yang saya baca di novel filsafat Dunia Sophie. Di lain pihak, pasangan Alan dan Barbara Pease dalam bukunya Why Men Don't Listen, Women Can't Read Map, menuturkan bahwa peran wanita di sektor domestik sementara pria di ranah publik adalah kaidah natural yang sudah terbentuk sejak era prasejarah--pejantan berburu, betina menjaga sarang (gua). Saya juga mengaitkan implementasi teori pengasuhan Baumrind dengan interaksi rakyat/mahasiswa dan pemerintah. Penjelasan detil tentang hal itu saya paparkan
disini. Keluarga adalah unit organisasi sosial terkecil di masyarakat. Kualitas sebuah masyarakat tentu akan bergantung pada kualitas keluarga yang menyusunnya. Kesuraman dalam Generasi Frustasi adalah buah dari ketidakbecusan sebuah keluarga mencetak generasi barunya. Dewasa ini isu tentang keluarga memang sedang punya perhatian khusus. Perdebatan tentang pernikahan antar sesama jenis kelamin, sikap trhrow away generation (yang pernah saya bahas
disini) sebagai latar belakang pemicu perceraian juga melatari timbulnya Generasi Frustasi. Karenanya tak heran jika saat kampanye, Presiden Amerika terpilih Barack Obama mengangkat jargon 'back to family value', karena dia sadar, urusan keluarga tak bisa dianggap remeh.
Di tengah perbincangan di lagu kedua itu, saya undur diri karena harus menghadiri persiapan
sahur bersama komunitas punk Bogor bersama rekan-rekan Forum Indonesia Muda (FIM) Bogor. Semoga Pojok Bang Iwan selalu ada dan rutin mengisi ruang kosong pemaknaan kita terhadap sebuah karya seni.
Labels: ipb, iwan fals, musik