Red Hot Chili Peppers Tampil di IPB

Suatu hari gue lagi jalan di koridor rektorat. Pas ngelewatin auditorium AHN, kok ada rame-rame, masuklah gue. Ternyata disana ada konser internasional. Ga tanggung-tanggung men, yang lagi nampil Red Hot Chili Peppers. Gilaks. Mereka tampil telanjang dada, tato-tato berserakan indah di badan squad pimpinan Anthony Kiddies itu. Band legendaris asal Amrik itu tampil dalam format semiakustik, karena menyesuaikan dengan kondisi kampus (padahal telanjang dada & tato adalah bukti ketidaksesuaian dengan kondisi mayoritas kampus.haha). Setelah khatam dengan beberapa lagu, Kiddies ngasih kesempatan buat satu penonton nyanyi bareng dia di panggung, dan yang beruntung manggung bareng RHCP adalah seorang pria bernama Rheza Ardiansyah, yeah it’s me,yay!  

 


Gue melangkah ke arah panggung dengan penuh rasa jumawa, how lucky I am. Setelah duduk berdampingan dengan sang juru bicara, kami langsung bernyanyi. Nyanyian kami dituntun oleh sebuah partitur yang terpasang indah di hadapan Kiddies. Vokal Kiddo langsung mengalun dalam balutan lagu berbahasa spanyol. Gue sebenarnya bukan diehard fans RHCP, ga semua lagu RHCP gue denger. Oleh karena itu, penampilan duet yang seharusnya spektakuler itu, malah tersendat gara-gara gue ga tau lagu yang di album mana itu yang pake bahasa spanyol. Gue akhirnya cuman babibu aja ngeliatin Tony nyanyi. Si Tony dengan isyarat matanya nyuruh gue baca partitur yang ada di depannya. Pas gue liat, itu not balok. Padahal untuk melakukan kalibrasi notasi ke bunyi, gue butuh waktu sekitar 2 jam, itupun setelah solat taubat dulu, baca surat Al Jin 7 balikan, dan istighfar 33x. Duet kami pun berakhir katastropik, RHCP mengakhiri penampilannya sementara buat nyusun rencana aksi bayaran buat ngebayar kegagalan duet bareng gue.

 

Semua kru RHCP duduk melingkar di lantai panggung bak rapat-rapat di koridor GKA, mereka lagi milih lagu pamungkas. Sementara gw lihat dari jauh, ada Pak Rimbawan yang juga ngasih masukan lagu apa yang baiknya mereka mainkan setelah ini. Beberapa saat setelahnya, lingkaran itu membukarkan diri, mereka lalu keluar auditorium lewat pintu samping yang di deket panggung. Gue turun menyalami Pak Rim, sambil nanya lagu apa kira-kira yang bakal jadi pusaka mereka hari itu. Ternyata lagu terakhir RHCP dalam paket penampilannya di kampus pertanian ini adalah Venice Queen, lagu penutup album By The Way, salah satu lagu yang paling gue suka. Rasanya serotonin langsung mengalir deras di nadi gue, ga sabar pengen nonton mereka bawain lagu itu. Dari dekat panggung gue liat personel RHCP lagi pemanasan, siap-siap manggung lagi. Ada yang loncat-loncat, ada yang mondar-mandir, dsb dsb. Pasti penampilan mereka setelah ini bakal spektakuler. Pintu dekat panggung yang tadi kebuka, ditutup dulu biar ada efek wah-nya pas mereka masuk. Gue ga balik ke bangku penonton, masih di samping Pak Direktur Kemahasiswaan di hadapan pintu itu. Satu detik, dua detik, tiga detik, akhirnya brak! Pintu dibuka, cahaya putih langsung menghambur menusuk mata. Tapi seiring pintu yang kebuka, samar-samar gue denger suara cewe yang manggil. Katanya begini, “reza, gugah, tos siang” (itu bahasa sunda, bahasa manusianya reza ayo bangun, udah siang). Lama-lama suara itu makin repetitif dan jelas. Cahaya silau putih itu lama-lama berubah jadi lampu neon di atap ruang tengah rumah gue. Gue sempet bingung kenapa bisa jadi begini. Ternyata suara cewe itu adalah suara nyokap. Cahaya itu berasal dari lampu, konser RHCP di IPB itu berasal dari mimpi gue di hari pertama bulan syawal 2010. 

 

Begitulah saudaraku, meskipun konser itu baru ada di mimpi, tapi rasanya benar-benar fantastis, kerasa real. Agak kesel juga sih, kok nyokap banguninnya malah sesaat sebelum Venice Queen, kalo diundur beberapa menit lagi pasti lebih impresif. Tapi ga apa-apa lah, mimpi indah malam takbiran itu gue anggap hadiah lebaran dari Tuhan, alhamdulillah, semoga suatu hari nanti jadi nyata. Anehnya, meskipun gue ga terlalu ngefans sama RHCP, mereka cukup intens hadir di mimpi gue. Coba cek link ini. Disana gue nulis tentang Chad Smith (drummer RHCP) yang motong rambut gue sampe botak. Kata Sigmund Freud, kondisi psikologis manusia itu kayak gunung es, bagian yang di bawah air lebih besar dari yang tampak di permukaan. Maksudnya kondisi psikologis manusia bisa ditampakkan dalam tindakan sadar, tapi kebanyakan diperlihatkan oleh alam ketidaksadaran manusia itu. Mimpi itu kan salah satu kondisi alam bawah sadar manusia, nah melalui mimpi itulah sebenarnya kondisi kita diperlihatkan.

 

Tahukah teman-teman bahwa mimpi ini ternyata pertanda dari satu lagi konser kaliber internasional di IPB. Setelah masuk lagi pasca libur lebaran, gue ke ditmawa buat sebuah urusan (pinjem ruang sidang SC kalo ga salah). Ada Pak Rim di ruang tunggu, lagi ngobrol sama kliennya. Pas gue pamit, Pak Direktur manggil, dia ngasih tau kalo bentar lagi bakal ada lagi konser musik dari Erasmus Huis di IPB, MAX!! siap-siap jadi panitia lagi. Sebelumnya di bulan Mei tahun yang sama, IPB dengan kerjasama bersama Erasmus Huis berhasil menampilkan Aurelia Saxophone Quartet, di Auditorium AHN juga. Saat itu MAX!! dan Gentra Kaheman diamanahi menjadi panitia. Enam bulan berikutnya, konser serupa diadakan lagi, dengan artis yang tentu tak kalah bagus. Bahkan awalnya Daniel Sahuleka yang bakal dateng, tapi karena beberapa hal, akhirnya Yuri Honing yang confirm siap tampil di IPB.

Aurelia Saxophone Quartet

 

Yuri Honing Accoustic Quartet


Atas berkat rahmat Tuhan Yang Mahakuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, tertanggal 10 November 2010  konser yang sangat outstanding itu terlaksana. Gue jadi inget mimpi tentang RHCP dulu. Menarik ya kalo dihubung-hubungkan. Gue jadi inget kata-kata di Novel “Manjali dan Cakrabirawa”-nya Ayu Utami. Kalo ga salah gini katanya:

“Jika kebetulan terjadi terlalu sering, seorang ilmuwan akan mencari pola, seorang agamawan akan mencari hikmah dibaliknya”

Labels: