Tiga Tahun JDP 7 Metro TV




Satu Februari, bagi kami JDP 7 Metro TV, adalah hari istimewa. JDP 7 adalah para reporter yang direkrut Metro TV melalui sebuah program bernama Journalist Development Program (JDP). Kami bersembilan belas adalah generasi ketujuh. Satu februari lalu kami berulang tahun ketiga. Untuk merayakan itu, yang kami lakukan adalah berkumpul, bertukar kado, dan curhat. Sayangnya gak semua hadir.



Setelah semua yang bisa datang sudah hadir, acara pun dimulai. Kado berbungkus kertas koran terkumpul di tengah meja. Kado yang terkumpul itu adalah benda-benda yang dirasa paling menggambarkan si empu kado. Kalo kata Charlen, kadonya harus yang “Njrit jadi kangen doi guah”. Kami pun berdiri. Beriring lagu cap cip cup, kado bergilir dari tangan ke tangan. Begitu hitungan berakhir di angka tujuh, berakhir pula putaran itu. Kado yang dipegang di tangan, itulah hadiah buat si pemegang, entah dari siapa. Satu persatu, kami membuka kado, menebak siapa pemberinya, menanyakan kenapa si pemberi menghadiahkan itu dan menjawab sebuah pertanyaan serupa: “setelah tiga tahun ini, lalu bagaimana?”




Siapa dapat apa? Yarnes dapat G-string pemberian Rangga. Rangga memang orangnya tidak biasa. Dalam arti positif ya. Dia gokil. Kalau on cam, atau person to camera, atau melaporkan sesuatu di depan kamera, dia berani untuk bertindak ala anak kecil yang keranjingan dengan mainan barunya, lalu heboh sendiri dengan laporan tentang konser Metallica-nya. Yarnes, tanpa diduga membungkus kadonya dengan pengemasan paling rapi. Padahal orangnya juga slengean. Haha. Dia menghadiahkan bingkai foto. Dan tanpa sengaja Rangga juga yang terima.




Aci, dia dihadiahi kutek pemberian Dinda. Kutek memang Dinda banget. Dia bercita-cita punya salon kuku. Aci sendiri ngasih sun glasses, dan itu juga dia banget. Aci lama tugas di program traveling, jadi cocok. Zaki dapat satu set cangkir dan kopi pemberian Vira. Alasan pemberian cangkir cokelat Vira, dibercandain sama Zaki. Vira sendiri dapet pistol-pistolan berpeluru karet. Lengkap dengan target sasarannya. Zaki yang ngasih. Lalu Randy. Dia dihadiahi pisang. Awalnya kami bingung apa maksudnya pisang plastik itu, lalu sadarlah kami bahwa itu bingkai foto yang lengkap dengan foto kami saat di masa pelatihan dulu. Trifty yang ngasih. Seperti biasa, Trifty selalu mencairkan suasana dengan guyonannya. Apalagi kalau ditimpali Randy yang juga iseng. Malam itu, restoran bercahaya temaram itu berisik karena kami. Randy menghadiahi Anggi dengan satu set gigi palsu.




Sementara satu set berisi enam gigi palsu dikantongi, Anggi menghadiahkan sebuah kaos. Trifty yang dapatkan kaos itu. Katanya itu merk kaos yang selalu dipakai Anggi. Charlen dapat hadiah paling besar. Keliatannya seperti roti tawar sebungkus, tapi ternyata setelah kertas Koran dikoyak, di dalamnya satu set meal box plus botol minum dan tas jinjingnya. Rangga juga yang ngasih hadiah itu. Dia memang siapkan dua hadiah. Karena kasih dua hadiah, Rangga juga dapat dua hadiah, dari Yarnes dan dari saya. Saya menghadiahkan sebuah buku. Tapi bukunya belum di-print. Haha. Pada tahun 2012, saya menulis semua kisah liputan saya. Lalu kumpulan tulisan itu dibundel dan dijuduli Jurnal Jurnalis. Karena si Jurnal Jurnalis belum dicetak, secara simbolik saya kasih Rangga buku Manis Getir Skripsi. Saya sendiri janji buat kasih dia buku yang sebenarnya di awal Februari ini. Lalu saya dapat apa? CD Sheila On 7. Senang banget saya dapat itu. Siapa yang ngasih? Tentu saja Charlen sang Sheila Gank. Saking senang dan berkesannya, saya ceritakan soal hadiah itu di posting khusus. Hehe.




Selain bertukar kado, kami masing-masing ditanya, mau lanjut di Metro TV atau gimana? Rata-rata sih bilang pada mau keluar. Haha. Kebanyakan bilang mau lanjut sekolah. Saya sendiri bilang entah sampai kapan mau jadi wartawan, tapi setidaknya saya bilang malam itu, saya merasa nyaman menjadi wartawan. Beberapa waktu setelahnya, saya malah mikir jangan-jangan saya terjebak di zona nyaman dan rawan terlena. Haha. Sekitar jam 11 malam, pertemuan kami berakhir. Saya, Zaki, Vira, Yarnes dan Anggi barengan naik taksi. Di perjalanan, Anggi bilang kalau saat dubbing, suara saya sebaiknya direndahkan lagi, apalagi saya ada di grup 3 yang kental berita politik. “Kayaknya itu udah suara terendah gue deh,” saya defensif. “Terus apa lagi Gi yang kurang?” Saya kemudian sadar, bahwa berminat saja tidak cukup. Masih banyak yang harus saya pelajari dan perbaiki, kalau memang benar-benar serius mau jadi wartawan TV yang bagus. []









Labels: , ,